Thursday, August 25, 2016

Abdul Mustajab Pulang Haji







ilustrasi: Barma


Abdul Mustajab baru pulang naik haji. Kini orang-orang tak bisa lagi sembarangan memanggil namanya. Ia sudah harus disebut dengan gelar penting sebelum namanya, yakni Haji. Lengkapnya; Haji Abdul Mustajab. Banyak yang kagum pada ketekunan Abdul Mustajab dalam beribadah. Untuk ukuran laki-laki lajang seperti Abdul Mustajab, kehajiannya adalah keistimewaan yang langka. Usaha toko kelontong yang dirintisnya berkembang pesat. Hidupnya mapan. Sudah haji, pula! Akan beruntunglah perempuan yang bakal jadi istrinya nanti. Sejak kepulangannya dari tanah suci, penampilan Abdul Mustajab tampak jauh berubah. Kopiah putih selalu melekat di kepalanya, tak ketinggalan baju gamis (semacam jubah yang biasa dipakai orang Arab) dan sorban bermotif kotak-kotak terselempang di lehernya.
        Suatu hari haji Abdul Mustajab mesti menghadiri undangan pernikahan di rumah sahabat dekatnya, Haji Sofyan. Sepeda motornya sedang masuk bengkel, karena itu Haji Abdul Mustajab terpaksa harus naik bis kota. Taksi? Ah, tak mungkin. Haji Abdul Mustajab terkenal sangat hemat (bila tidak bisa disebut pelit, alias medit). Lagi pula jarak dari rumahnya ke rumah Haji Sofyan yang sedang menggelar pesta perkawinan putrinya itu tidaklah terlalu jauh. Maka, pilihannya tentu saja bis kota.
Di dalam bis kota itulah kisah ringan ini berlangsung. Kebetulan saat itu bis kota penuh sesak. Berjubel. Hampir semua penumpang adalah siswi-siswi SMU yang baru usai jam sekolah. Haji Abdul Mustajab tak kebagian tempat duduk. Ia harus berdiri dalam kerumunan gadis-gadis  muda yang cantik dan wangi itu. Tubuh Haji Abdul Mustajab berdempetan dengan seorang siswi SMU yang berposisi membelakanginya. Sesungguhnya Haji Abdul Mustajab sudah berikhtiar mengambil jarak dengan menggeser posisi berdirinya sedikit ke belakang. Tapi, di belakangnya juga berdiri beberapa orang ABG berseragam, yang nyaris tak dapat bergerak karena saking berdesak-desakannya penumpang. Alhasil, Haji Abdul Mustajab pasrah, tetap berdiri dan bertahan di tempat semula. Makin lama, posisinya makin berdempetan dengan pinggul siswi SMU di depannya. Maklumlah, Haji Abdul Mustajab juga manusia dan masih muda, pula. Tentulah ada sedikit getaran dalam tubuhnya. Sulit sekali Haji Abdul Mustajab mengendalikan diri tatkala salah satu bagian tubuhnya bersentuhan langsung dengan pinggul sintal gadis muda itu. Pelan-pelan seperti ada sesuatu yang bergerak di dalam baju gamisnya. Makin lama makin lincah dan giat saja gerakan itu. Akibatnya siswi SMU tadi spontan berteriak, sembari berbalik arah ke muka Haji Abdul Mustajab yang tampak makin gugup.
           “Waw!” kata gadis belia itu, sambil melotot pada Haji Abdul Mustajab.
          “Bukan waw, Dik. Tapi Alif...! balas Haji Abdul Mustajab, dengan bibir yang masih gemetar.



@damhurimuhammad        

No comments:

Post a Comment