ilustrasi: Barma |
Abdul
Mustajab baru pulang naik haji. Kini orang-orang tak bisa lagi sembarangan
memanggil namanya. Ia sudah harus disebut dengan gelar penting sebelum namanya,
yakni Haji. Lengkapnya; Haji Abdul Mustajab. Banyak yang kagum pada ketekunan Abdul
Mustajab dalam beribadah. Untuk ukuran laki-laki lajang seperti Abdul Mustajab,
kehajiannya adalah keistimewaan yang langka. Usaha toko kelontong yang
dirintisnya berkembang pesat. Hidupnya mapan. Sudah haji, pula! Akan
beruntunglah perempuan yang bakal jadi istrinya nanti. Sejak kepulangannya dari
tanah suci, penampilan Abdul Mustajab tampak jauh berubah. Kopiah putih selalu
melekat di kepalanya, tak ketinggalan baju gamis (semacam jubah yang biasa
dipakai orang Arab) dan sorban bermotif kotak-kotak terselempang di lehernya.
Suatu hari haji Abdul Mustajab mesti
menghadiri undangan pernikahan di rumah sahabat dekatnya, Haji Sofyan. Sepeda
motornya sedang masuk bengkel, karena itu Haji Abdul Mustajab terpaksa harus
naik bis kota. Taksi? Ah, tak mungkin. Haji Abdul Mustajab terkenal sangat
hemat (bila tidak bisa disebut pelit, alias medit). Lagi pula jarak dari
rumahnya ke rumah Haji Sofyan yang sedang menggelar pesta perkawinan putrinya itu
tidaklah terlalu jauh. Maka, pilihannya tentu saja bis kota.
Di dalam bis kota itulah kisah ringan ini berlangsung.
Kebetulan saat itu bis kota penuh sesak. Berjubel. Hampir semua penumpang
adalah siswi-siswi SMU yang baru usai jam sekolah. Haji Abdul Mustajab tak
kebagian tempat duduk. Ia harus berdiri dalam kerumunan gadis-gadis muda yang cantik dan wangi itu. Tubuh Haji
Abdul Mustajab berdempetan dengan seorang siswi SMU yang berposisi
membelakanginya. Sesungguhnya Haji Abdul Mustajab sudah berikhtiar mengambil
jarak dengan menggeser posisi berdirinya sedikit ke belakang. Tapi, di
belakangnya juga berdiri beberapa orang ABG berseragam, yang nyaris tak dapat
bergerak karena saking berdesak-desakannya penumpang. Alhasil, Haji Abdul
Mustajab pasrah, tetap berdiri dan
bertahan di tempat semula. Makin lama, posisinya makin berdempetan dengan
pinggul siswi SMU di depannya. Maklumlah, Haji Abdul Mustajab juga manusia dan
masih muda, pula. Tentulah ada sedikit getaran dalam tubuhnya. Sulit sekali
Haji Abdul Mustajab mengendalikan diri tatkala salah satu bagian tubuhnya
bersentuhan langsung dengan pinggul sintal gadis muda itu. Pelan-pelan seperti
ada sesuatu yang bergerak di dalam baju gamisnya. Makin lama makin lincah dan
giat saja gerakan itu. Akibatnya siswi SMU tadi spontan berteriak, sembari
berbalik arah ke muka Haji Abdul Mustajab yang tampak makin gugup.
“Waw!” kata gadis belia itu, sambil
melotot pada Haji Abdul Mustajab.
“Bukan waw, Dik. Tapi Alif...! balas Haji Abdul Mustajab, dengan bibir yang masih gemetar.
@damhurimuhammad
No comments:
Post a Comment