Thursday, August 11, 2016

Republik Analog







Atas berbagai persoalan serius di dunia nyata hari-hari ini, dunia maya (khususnya media sosial semacam facebook, twitter, instagram, dan lain-lain) ditunjuk atau saya sebut saja “dikambing-hitamkan” sebagai biang penyebabnya. Disebut-sebut pemerintah akan melakukan kajian mendalam tentang akibat-akibat massifnya. Tapi, sepanjang negara masih melihat dunia digital dengan perkakas analog dan cara berpikir manual, lalu menghadang “keliaran yang terus bergentayangan itu” dengan undang-undang, kerumunan di jagad maya dengan rupa-rupa soal yang mereka perbincangkan, rasanya tak akan dapat dibendung. Di medsos, hal-ihwal semacam aktivitas berbelanja celana dalam di sebuah mall kemarin petang, suami yang tiba-tiba hilang gairah di kamar tidur, atau pertengkaran kecil dengan tetangga lantaran kucing piaraannya menerobos masuk dapur misalnya, dengan gampang menjadi perguncingan orang ramai, menjadi konsumsi publik. Yang pribadi menjadi santapan banyak orang, sementara urusan publik menjadi sekadar urusan seorang. Barangkali di sanalah pangkal-soalnya bermula. Puji dan maki, ikhlas dan dengki, rendah hati dan tempramental, sabar dan amuk, terus saja berputar mengitari lingkaran setan yang tiada habisnya. Bertengkar, damai, bertengkar lagi, begitu seterusnya. Bersetuju, menyangkal, bersetuju kembali. Memfitnah, insyaf, minta maaf, memfitnah kembali. Begitu seterusnya. Maka, bila negara benar-benar ingin melakukan intervensi, masuklah dan hadirlah di dalam dunia digital itu sendiri. Bangun infrastruktur digital di mana negara berdaulat di sana. Jago-jago IT, tak kurang-kurang, bahkan melimpah-ruah di republik ini. Mereka siap bekerja untuk itu, Dengan begitu, pengawasan, aturan, sanksi, bahkan pengadilan, digelar secara digital. Bila ada yang melanggar, katakanlah ada yang mengumbar ujaran kebencian, atau menulis pernyataan yang berbau adu-domba, secara otomatis sistem akan menghapusnya, menjatuhkan sanksi digital dengan mengunci akun misalnya. ITE, regulasi tentang Ujaran Kebencian, ancaman blokir situs, dan semacamnya, bagi saya, tak lebih dari perkakas undang-undang manual yang hendak menyelesaikan persoalan di dunia nyata, padahal sumbernya berasal dari alam digital.  Alam gaib tak akan pernah bisa sama dan sebangun dengan alam kasat-mata. Alam digital tak akan bisa digenggam, apalagi dikuasai, oleh cara berpikir analog dan maha-manual…

@damhurimuhammad

No comments:

Post a Comment